Aksi protes atas penembakan Razan al-Najjar/fanspage Jews Voice for Peace
Laporan singkat di atas saya ambil
dari salah satu grup fanspage facebook milik salah satu
organisasi kemanusiaan yang fokus dalam membela dan memperjuangkan hak-hak
rakyat Palestina yang semakin lama semakin diberengus oleh para Zionis.
Di sana dilaporkan, telah terjadi
penembakan oleh tentara Zionis kepada Razan al-Najjar, seorang relawan tenaga
medis Palentina yang sedang bertugas di perbatasan Palestina-Israel. Lebih jauh
lagi, mereka menyerukan agar seluruh dunia berani bersuara dan menunjukkan
keberpihakannya pada pembebasan Palestina dari cengkraman Zionis.
Laporan singkat tersebut sudah sangat
jelas menggambarkan salah satu bentuk kesewenang-wenangan tentara Zionis
terhadap hak-hak rakyat Palestina. Namun dalam tulisan ini saya tidak ingin
berfokus pada isi dari laporan singkat tersebut, melainkan saya ingin fokus
kepada subjek (siapa) yang menyuarakan suara tersebut melalui laman fanspage facebook
di atas.
Dukungan terhadap Razan/fanspage Jews for Peace
Sesuai dengan namanya, JVP adalah
sebuah organisasi yang beranggotakan orang-orang Yahudi di Amerika Serikat yang
secara getol menyuarakan pembelaan mereka terhadap hak-hak rakyat Palestina.
Mereka melakukan pembelaan dalam berbagai bentuk, seperti publikasi paper,
penggalangan dana, kampanye-kampanye perdamaian melalui media sosial, dan tentu
saja aksi-aksi turun ke jalan melakukan aksi protes.
Iya, yang ingin saya tekankan di
sini, para anggota JVP bukanlah terdiri dari orang Islam, Kristen, atau
Nasrani, melainkan orang-orang Yahudi. Dengan kata lain, mereka adalah
orang-orang Yahudi yang dengan bangga menyuarakan keberpihakan mereka terhadap
Palestina.
Stereotip Negatif Terhadap Yahudi
Sudah bukan barang baru lagi, bahwa
Yahudi sudah terlanjur mendapat stereotip negatif, buram, hina, di masyarakat
kita yang mayoritas beragam Islam. Narasi yang paling sering dikemukakan ke
permukaan adalah bahwa Kaum Yahudi adalah musuh Islam yang harus dilawan karena
mereka menginginkan berdirinya negara Yahudi dengan cara merebut paksa tanah
Palestina dari tangan orang-orang Islam di sana. Kurang lebih begitu narasinya.
Salah satu alasan mendasar mengapa
stereotip-stereotip tersebut mudah tersebar di masyarakat kita adalah akibat
maraknya pemberitaan media-media soal Yahudi, terutama jika sudah menyangkut
konflik Palestina-Israel, yang sangat tidak berimbang.
Maksudnya, banyak media yang kerap
kali lebih memilih menggunakan term “yahudi” ketimbang "zionisme"
dalam pembingkaian berita negatif soal Yahudi di tanah Pelastina. Akibatnya
para pembaca kerap kali menyimpulkan secara sederhana tanpa proses pikir yang
sabar, bahwa Yahudi adalah sekumpulan orang-orang jahat yang harus dilawan
akibat merebut tanah Palestina dari tangan orang-orang Islam. Dan selanjutnya,
munculah kesimpulan bahwa apa yang diberitakan soal Yahudi tersebut, merupakan
representasi dari semua orang Yahudi, tanpa terkecuali.
Padahal kalau dicermati, khusus dalam
pemberitaan atau opini soal konflik Palestina-Israel, terdapat tiga term penting
yang harus digunakan oleh media, serta harus dipahami maknanya oleh masyarakat
secara luas, sehingga akan tercipta pola pikir (mindset) yang lebih lurus dalam
menyikapi konflik Palestina-Israel ini. Ketiga term tersebut yakni Yahudi,
Zionisme, dan Judaisme.
Perbedaan Mendasar Yahudi, Zionisme,
dengan Judaisme
Yahudi sebenarnya adalah nama sebuah
kelompok masyarakat, umat, atau gampanganya suku. Sama halnya seperti suku-suku
yang lain yang ada di seluruh dunia, mereka sangat majemuk, pun dalam soal kepercayaan.
Orang-orang Yahudi ada yang beragama Islam, Kristen, Nasrani, Judaisme, dan
bahkan atheis.
Judaisme adalah agama yang dianut oleh mayoritas orang-orang Yahudi.
Judaisme adalah agama yang dianut oleh mayoritas orang-orang Yahudi.
Keduanya tentu sangat berbeda dengan
zionisme. Nah bagian ini yang perlu diperhatikan. Zionisme sendiri sederhananya
adalah sebuah ideologi politik yang dianut dan dideklarasikan oleh beberapa
tokoh Yahudi yang menginginkan berdirinya sebuah negara khusus Yahudi di tanah
Yerussalem. Orang-orangnya disebut Zionis.
Nah, orang-orang Yahudi yang berpaham
Zionis inilah yang selama ini melakukan kesewenang-wenangan terhadap rakyat
Palestina. Orang-orang Yahudi yang berpaham Zionis ini lah yang patut
dijadikan musuh kita bersama, dan bukan Yahudi secara keseluruhan.
Klaim bahwa banyak orang Yahudi yang mendukung gerakan zionisme memang benar, namun yang belum banyak diketahui oleh masyarakat kita secara luas (sekali lagi) adalah, banyak pula yang menentangnya. Salah satu contohnya sudah saya jelaskan di awal tulisan ini: orang-orang Yahudi yang tergabung dalam Jewish Voice For Peace (JVP).
Halaman depan situs B'Tselem/btselem.org
JVP tidak sendirian dalam hal ini,
ada B’Tselem, sebuah organisasi yang
bermarkas di Israel yang juga kerap melakukan seruan-seruan yang sama. Mereka
kerap kali memublikasikan artikel-artikel singkat soal pelanggaran-pelanggaran
HAM yang dilakukan oleh tentara-tentara zionis terhadap warga Pelestina.
Selain mereka, ada juga perkumpulan orang-orang Yahudi konservatif, yang menamai diri mereka: Neturei Karta, dengan tagline yang begitu jelas keberpihakan mereka: “Jews United Againts Zionism”.
Satu lagi yang (mungkin) paling unik darisudut pandang orang Indonesia secara umum, ada Maki, Partai Komunisnya Israel, yang juga tidak kalah keras dalam menentang pendudukan para Zionis atas tanah Palestina.
Satu lagi yang (mungkin) paling unik darisudut pandang orang Indonesia secara umum, ada Maki, Partai Komunisnya Israel, yang juga tidak kalah keras dalam menentang pendudukan para Zionis atas tanah Palestina.
Seorang Yahudi membakar bendera Israel/nkusa.org
Selain yang tergabung dalam
organisasi-organisasi yang sudah disebutkan, sebenarnya masih banyak orang
Yahudi yang menentang Zionisme, atau lebih spesifik: menentang pembentukan
negara Yahudi di tanah Palestina. Baik mereka yang bergerak secara individu
lewat hati nurani, maupun mereka yang tergabung dalam organisasi-organisasi
lain, jumlah mereka sebenarnya cukup banyak.
Namun sekali lagi, banyak media kita
yang kurang berimbang dalam membingkai berita atau opini soal Yahudi. Padahal
kekuatan para media (terutama para media arus utama), seperti yang sudah saya
bahas sebelumnya, sangat diperlukan guna membangun, mengubah, memperluas pola
pikir (mindset) masyarakat dalam menyikap suatu fenomena.
Saya rasa pemahaman tentang perbedaan
Yahudi sebagai sebuah kelompok (suku), Yahudi (Judaisme) sebagai agama, dan
zionisme sebagai ideologi politik, menjadi sangat penting untuk dipahami oleh
kita bersama. Di sisi lain, saya sadar betul, bahwa pemahaman-pemahaman semacam
itu tidak akan berpengaruh banyak bagi rampungnya konflik Palestina-Israel yang
sudah berlangsung puluhan tahun.
Namun paling tidak, hal tersebut
mampu memperluas pemahaman kita (sebagai masyarakat umum) terhadap siapa yang
sebenarnya berkonflik, dan siapa yang sepatutnya disalahkan dalam pendudukan
tanah Palestina. Sehingga ke depannya kita bisa lebih tepat sasaran dalam
menentukan keberpihakan kita.
0 comments:
Post a Comment