Friday 24 August 2018

Review: ReLife (2016)

poster relife
Poster ReLife/esty.com 

Jepang sepertinya tidak akan pernah menemukan titik buntu dalam menggali sisi-sisi remeh dalam hidup, untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk narasi cerita anime yang menarik. Seperti yang mereka lakukan tahun 2016 lalu, melalui serial Anime ReLife. Melalui ReLife, Jepang mencoba menyinggung soal bagaimana orang-orang secara tidak sadar seringkali mengabaikan kesempatan-kesempatan yang hadir di saat sekarang, yang celakanya seringkali berdampak buruk di masa mendatang.
ReLife berfokus pada cerita seorang laki-laki Jepang berusia 27 tahun, Arata Kaizaki, yang mengundurkan diri dari pekerjaannya setelah baru 3 bulan bekerja. Catatan buruk tersebut otomatis kerap menyulitkannya memperoleh pekerjaan yang baru. Alhasil dia hanya mampu memperoleh pekerjaan paruh waktu, sebagai kasir di sebuah mini market. Tidak memiliki pekerjaan tetap di usia yang sudah 27 tahun, di negara semaju Jepang, jelas merupakan noda. Jika teman-teman satu koleganya mengetahui hal itu, maka dia harus bersiap menanggung rasa malu seumur hidup.
Ada yang pernah bilang, bahwa sebenarnya manusia lebih takut kepada rasa malu, dibanding dengan kematian. Dan itu juga yang dirasakan Kaizaki pada saat itu. Demi menghindari rasa malu, dia rela berpura-pura menjadi pegawai kantoran di hadapan para koleganya. Dia bahkan tidak menghentikan kebiasaan nongkrongnya bersama mereka di jam-jam malam sepulang dari kantor demi menyempurnakan kebohongannya. Dengan mengenakan setelan jas khas orang kantoran, dia berbincang soal hari-harinya di kantor layaknya pegawai kantor sungguhan.
Hanya mengandalkan upah dari bekerja paruh waktu sebagai penopang hidup seorang laki-laki berusia 27 tahun tidaklah pernah cukup, terlebih jika hidup di Jepang yang terkenal dengan biaya hidupnya yang tinggi. Karenanya, sampai saat itu Arata masih mendapat suntikan dana dari ibunya. Namun di usianya yang ke 27 sekarang, melalui panggilan telelpon di suatu malam selepas dia mabuk, ibunya memutuskan untuk tidak membiayayainya lagi. Alasannya sederhana: karena dia sudah berusia 27 tahun. 
Namun tidak lama setelah itu, dia dihampiri oleh Yoake Ryo, yang memperkenalkan diri sebagai petugas dari laboratorium ReLife. Tanpa perlu memperkenalkan diri terlebih dulu, Ryo langsung menawari Arata untuk menjadi subjek percobaan ReLife selama setahun penuh. Tentu siapa saja akan ragu untuk menerima tawaran sebagai kelinci percobaan, terlebih tawaran itu berasal dari orang asing.
Namun dengan jaminan bahwa selama setahun penuh semua biaya hidup subjek akan ditanggung oleh laboratorium ReLIfe, serta ditambah memiliki kesempatan dipromosikan untuk bekerja di tempat yang sama, maka keragu-raguan Arata di awal tadi hilang begitu saja. Dengan penuh percaya diri, Arata menandatangani kontrak yang disodorkan. 
Dalam percobaan ReLife, subjek penelitian yang dipilih adalah orang-orang berusia dewasa yang dinilai memiliki kepribadian baik, lurus, tidak neko-neko, namun memiliki masalah pelik dalam hidupnya. Atau dalam kasus Kaizaki: belum memiliki pekerjaan tetap di usia 27 tahun. Selanjutnya (nah ini yang menarik), selama setahun penuh subjek dituntut untuk menjalani kembali kehidupan remaja mereka, tepatnya masa-masa Sekolah Menengah Atas (SMA). Mengapa masa SMA? Karena masa SMA dinilai sebagai salah satu reaching point terpenting orang-orang dalam menentukan arah hidup mereka.
Di sana mereka dituntut untuk memaksimalkan setiap momen dan kesempatan untuk nantinya dapat memperbaiki kehidupan mereka di masa sekarang. It’s like having back to the past, tapi dengan orang-orang dan lingkungan yang benar-benar baru dikenal subjek.
Lalu demi menyamarkan tubuh dewasa si subjek, laboratorium ReLife telah menyiapkan sebuah pil yang memiliki efek merubah tubuh seorang dewasa menjadi tubuh remajanya. Dan tentu saja perubahan itu tidak mempengaruhi kemampuan akal dan keadaan psikologis mereka sebagai orang dewasa. Hampir mirip dengan pil yang diminumkan Organisasi Hitam kepada Sinichi Kudo.
Dalam setahun penuh, Kaizaki Arata akan kembali menjadi anak SMA, dan memulai kembali kehidupan remajanya bersama anak-anak SMA yang baru akan dikenalnya. Dengan harapan, dia mampu memaksimalkan semua momen dan kesempatan selama di SMA untuk memperbaiki kehidupannya yang (bisa dibilang) suram untuk seorang laki-laki Jepang berusia 27 tahun.
fisik kaizaki arata saat dewasa dan remaja
Perbedaan fisik Kaizai tidak begitu mencolok setelah kembali menjadi remaja/aminoapps.com

Dilihat dari konsep penceritaan secara keseluruhan, penulisan cerita ReLife terbilang sederhana, terlebih jika dilihat dari jumlah episodenya yang tidak banyak: hanya 13 episode, ditambah 4 episode versi OVA-nya. Namun hal itu tidak membuat ReLife kehilangan daya jelajah cerita yang dimilikinya. Justru ReLife mampu mengeksplor cerita yang sederhana itu menjadi lebih emosional.
Salah satu kekuatan penceritaan ReLife adalah pada jumlah karakternya yang tidak banyak, serta cakupan ruang konflik yang tidak terlalu muluk. Hal itu secara sadar mampu membawa kita untuk terjun ke dalam konflik masing-masing karakter secara mendalam. Di sisi lain, Arata yang ditempatkan sebagai karakter utama, tidak melulu menjadi center of attention di setiap episode. Justru dia yang lebih sering menjadi mediator di antara konflik karakter-karakter yang lain. Dengan kata lain, setiap karakter di ReLife memiliki arc-nya masing-masing.
Seperti yang tersaji di bagian awal cerita. Setelah di episode pertama kita diperkenalkan dengan gambaran umum cerita ReLife, dan (tentu saja) karakter-karakter yang terlibat di dalamnya, episode-episode selanjutnya akan membawa kita kepada pendalaman personal, serta cakupan konflik masing-masing karakter.
Konflik antara Kariu dengan Hishiro, misalnya, yang mendapat porsi besar di bagian awal cerita ReLife (tepatnya di episode ke-2 sampai ke-5). Sepanjang penceritaan tersebut, pembangunan personal Kariu yang pekerja keras namun keras kepala, serta Hishiro yang lemah dalam bersosialisasi, mampu dibangun dengan perlahan, dan tidak terlihat keburu-buruan samasekali di sana. Dari sana kita bisa mengenal mereka layaknya kita menapaki secara bertahap proses-proses mengenal orang lain di kehidupan nyata: slowbut when it reachs a particular point, kita sudah merasa dekat dengan mereka.  
Kemunculan Kaizaki di dalam konflik Kariu-Misuzane, seperti yang sudah dijelaskan, tidak lebih dari seorang penengah. Meski kemunculannya terbilang memiliki porsi yang besar, dan berperan vital dalam twist penyelesaian konflik mereka, perhatian kita (tetap) tidak akan terlepas pada dua karakter tersebut. Selama pengembangan cerita pun kita akan selalu dibuat penasaran bukan oleh peran apa yang akan dimainkan Kaizaki, melainkan oleh pergerakan masing-masing karakter yang sebenarnya sedang berkonflik, atau dalam contoh ini: Kariu dan Misuzane. Ya, selagi konflik masih belum menemukan twist-nya, mereka berdua lah yang sukses menjadi center of attention.
Dari sana, saya melihat semacam terdapat pola penceritaan di dalam ReLife. Pola penceritaan yang sama yang selalu digunakan oleh penulis cerita dalam memperkenalkan karakter-karakter ReLife yang lain. Melalui pola tersebut, proses pendalaman personal mereka terbilang berhasil dikembangkan dengan halus dan perlahan. And as the story goes, pada suatu titik tertentu, dengan sendirinya kita tidak hanya merasa mengenal mereka, namun juga bersimpati kepada mereka.
karakter-karakter relife
Karakter-Karakter ReLife/hdwallpaperim.com

Cerita ReLife yang mengambil latar belakang kehidupan remaja SMA di Jepang benar-benar bisa dinikmati dengan dihadirkannya karakter-karakter yang memiliki pembawaan yang begitu menyenangkan (likeable), dan terasa alami (polos) as a teenager of senior high. Konflik-konflik yang dihadirkan di antara mereka juga sebenarnya hanya berkutat pada hal-hal remeh, jika dilihat dari kacamata orang dewasa.
Seperti saat Kariu menyukai Oga (salah satu karakter lain), namun Oga sama sekali tidak peka dengan keadaan tersebut. Atau saat Kariu merasa emosional saat tidak dianggap oleh Misuzane sebagai saingannya dalam perebutan posisi ketua kelas. Ada juga soal kecemburuan beberapa karakter saat orang-orang yang disukainya dekat dengan orang lain. Dan meski terdapat beberapa scene melow dramatis, semuanya mampu berkembang dan tergambar begitu alami untuk ukuran kehidupan masa-masa SMA, sehingga tidak menjadikan ReLife sebagai anime yang terlalu cengeng dan berlebihan.
Perlu diingat, bahwa beberapa anime cenderung berlebihan dalam menggambarkan karakter-karakternya. Banyak karakter Anime yang digambarkan sebagai seorang bocah SD atau SMP, namun tindakan dan substansi dialog yang mereka bawa terlalu dewasa. Hal itu nyaris tidak ditemukan di ReLife. Purely, dialog dan monolog khas orang dewasa hanya keluar dari karakter-karakter yang notabenenya adalah orang dewasa (Kaizaki, Yoake, dan Onoya). Beberapa scene yang menghadirkan keheranan beberapa karakter soal Arata yang mampu bersikap lebih dewasa daripada yang lain bahkan dihadirkan untuk memperkuat unsur tersebut.
kaizaki arata
Kaizaki Arata menjadi siswa paling peka di kelasnya

Just for your information, anime ReLife sebenarnya adalah hasil adaptasi dari manga dengan judul yang sama. Versi manganya sendiri terdiri dari 222 chapter, sedangkan animenya hanya berdurasi 13 episode ditambah 4 episode dalam versi OVA (total 17 episode). Jika dilihat secara kasar, maka perbandingan jumlah tersebut (222 dengan 17) jauh dari proporsional.
Dan memang betul demikian. Jadi menurut beberapa sumber, disebabkan oleh banyak faktor, terdapat banyak bagian cerita dalam versi manga yang dipercepat/dipotong saat dituangkan ke dalam versi animenya, terutama di empat episode versi OVA. Namun tetap, masing-masing versi cerita masih diakhiri dengan ending yang sama.
Berbicara soal ending cerita ReLife. Agaknya ending ReLife memiliki sedikit kemiripan dengan  ending dari Kimi no Na wa. Namun yang membedakannya adalah sang penulis ReLife agaknya tidak mau meninggalkan jejak cerita yang menggantung. Dengan kata lain, dia menginginkan ReLife benar-benar memberikan kesan end of story kepada para penikmatnya. Hasilnya bisa dilihat di versi manga maupun animenya, dia benar-benar mengakhiri cerita ReLife dengan ending yang sangat gamblang.
Namun jika saya sedikit membandingkan, maka ending ReLife bisa dikatakan tidak se-powerfull ending yang disajikan oleh Kimi no Na Wa, terutama dalam aspek leaving something behind audience’s mind. Kebanyakan orang yang selesai menikmati Kimi no Na Wa, selain akan teringat dengan epic­­­nya seluruh aspek penceritaannya, mereka juga akan selalu membicarakan soal ending Kimi no Na Wa yang tersaji bias.
“Kenapa, sih, endingnya ngegantung kayak gitu? Kejadian apa nih yang bakal dialami sama si Mitsuha sama si Taki setelah mereka saling tegur sapa di ending-nya? Apa mereka bakal menjadi sepasang kekasih?” Dialog-dialog penuh rasa penasaran semacam itu lah yang cenderung akan muncul ketika orang-orang mulai membicarakan Kimi no Na Wa. Dan itu, menurut saya adalah kelebihan Ki mi no Na Wa yang tidak dimiliki oleh ReLife.
Membandingkan kedua anime tersebut pada dasarnya sudah tidak apple to apple sejak awal sebelum memasuki meja produksi. Kimi no Na Wa yang merupakan anime versi movie tentu memiliki konsep penceritaan yang jauh lebih matang dibanding anime serial seperti ReLife. Namun dalam hal ini, saya rasa penulis ReLife seharusnya mampu mengembangkan ending yang berdampak sama dengan Kimi no Na Wa. Dengan begitu, ReLife akan mengalami sensasi serupa dengan Kimi no Na Wa: selalu menjadi bahan pebicaraan meanrik banyak orang. And of course, it will be leaving more impression in audience’s mind.
ending relife
Ending Relife

Sebelum menyaksikan ReLife, saya tidak memiliki referensi secuil pun tentang ceritanya, kecuali satu: romance. Secara otomatis, saya mulai bertanya “Romance seperti apa yang akan tersaji di dalam ReLife?” Pertanyaan itu secara perlahan mulai terjawab setelah meyaksikannya secara utuh. Namun ReLife bukan melulu soal romance, namun juga soal keberanian dalam mengambil keputusan-keputusan penting dalam hidup, yang tanpa sadar akan membawa seseorang kepada titik capaian tertentu dalam hidup. 
ReLife secara sadar akan membawa kita pada ingatan-ingatan masa silam yang pada akhirnya sudah membawa kita pada pencapaian hidup di titik sekarang. Namun di sisi lain, ingatan-ingatan tersebut seringkali bercampur dengan banyak kesia-siaan dalam hidup yang tanpa sadar sudah kita lakukan. Dan setelahnya, kita akan dihadapkan dua pilihan: Terus berkubang pada lumpur penyesalan masa silam, atau memilih bergerak untuk memperbaikinya. 

0 comments:

Post a Comment

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html