Incredibles 2/impawards.com
14 Juni 2018 barangkali menjadi salah
satu momen yang ditunggu-tunggu oleh banyak penikmat film animasi, khususnya
para penggemar cerita keluarga superhero yang sempat fenomenal 14 tahun silam:
Incredibles. Bagaimana tidak? Setelah film pertamanya dirilis tahun 2004,
akhirnya Studio Animasi Pixar resmi merilis sekuelnya: Incredibles 2.
Tentu saja dalam waktu tunggu yang sangat panjang, ekspektasi tinggi sangat
dibebankan pada sang sutradara, Brad Bird, untuk mampu membawakan film yang
kedua ini lebih atau (paling tidak) sama suksesnya dengan film pertamanya.
Sebuah usaha radikal dalam mengubah
perspektif buruk publik terhadap diri kita, itulah yang kira-kira menjadi
sumber konflik dalam film Incredibles 2. Dalam durasi 30 menit pertama
menonton film ini, saya teringat dengan film Hancook (Will Smith) dan Gone Girl
(Rosamund Pike dan Ben Affleck), yang kurang lebih menawarkan konflik yang
sama: tokoh utama dalam kedua film tersebut sama-sama berusaha merubah
perspektif buruk dirinya di mata publik.
Ya, dalam sekuel ini keluarga Bob
Parr mendapat citra buruk dari pemerintah dan publik setempat akibat ulah
mereka sebagai Superhero. Citra buruk ini diperoleh setelah mereka gagal
melumpuhkan perampokan Bank oleh Underminer, dan ditambah dengan besarnya
kerusakan properti publik akibat pertarungan hebat mereka. Mulai dari sana,
pemerintah tidak mau lagi menaungi segala jenis aktivitas suerhero. Dengan kata
lain, semua aktivitas superhero ditetapkan sebagai tindakan ilegal.
Adalah dua orang pengusaha kaya
perusahaan telekomunikasi yang berinisiatif menyelematkan keluarga Bob Parr
dari keterpurukan. Mereka menawarkan sebuah ide yang sama sekali belum pernah
ada di benak kepala para superhero: sebuah perspektif. Mereka menginginkan agar
segala bentuk aktivitas superhero direkam menggunakan kamera kecil buatan
mereka, untuk nantinya disebarluaskan ke publik. Sehingga, perspektif yang
dimiliki seorang superhero soal aktivitas superhero, yang selama ini tertutup
oleh rusaknya gedung-gedung, akan mampu dimunculkan ke hadapan publik. Publik
nantinya akan mendapat asupan berupa perspektif yang selama ini tidak pernah
mereka peroleh.
Dalam pemilihan konflik di atas, saya
rasa Brad Bird berusaha menuangkan kondisi nyata dunia sekarang yang
pergerakannya sangat dipengaruhi oleh perspektif media melalui film ini. Secara
tidak langsung, dia juga ingin menggambarkan dampak besar yang dapat dihasilkan
oleh peran media dalam membentuk perspektif publik. Dan dia berhasil
mengeksekusinya dengan baik melalui film ini. Dengan hasil rekaman aksi heroik
superhero yang disiarkan melalui berbagai media, secara perlahan para superhero
kembali merasakan nikmatnya sebuah empati publik.
Dialog-Dialog yang Dikemas Mendalam
Selain sukses mengangkat konflik
“perspektif” yang jarang diangkat dalam dunia superhero, Incredibles 2 juga
dapat dikategorikan sebagai drama animasi keluarga terbaik Pixar sejauh ini.
Alasan pertama tentu saja, karena film ini memiliki tokoh utama yang merupakan
pasangan suami-istri dengan tiga orang anak (keluarga besar). Alasan kedua (dan
ini yang paling menetukan) adalah ramuan dialog-dialog di antara mereka yang
terkemas dengan mendalam. Meski salah satu pasar terbesar film ini adalah anak-anak,
namun kebanyakan dialog yang tersaji sangat jelas menyasar kepada orang dewasa.
Salah satu dialog yang menarik adalah
dialog antara Bob dan Helen yang berdebat soal jalan mereka menjadi superhero
sesaat setelah kebijakan pelarangan atas aktivitas superhero disahkan. Helen
mengakui jika dirinya dan keluarganya memang salah karena sudah bertindak di
luar hukum, sedangkan Bob bersikukuh bahwa diri mereka tidak salah, hukumnya
lah yang harus diubah. Di sana jelas terlihat, masing-masing mereka memiliki
cara pandang radikal yang berbeda samasekali.
Dialog yang tidak kalah menarik
adalah saat Helen sebagai Elastigirl lebih dipilih oleh kedua pengusaha
telekomunikasi ketimbang Bob sebagai Mr. Incredible dalam misi pengembalian
nama baik superhero. Ada rasa tidak terima dari Bob di sana, karena didesak
untuk menyerahkan peran vitalnya sebagai penyokong utama kehidupan keluarga
kepada sang istri. Meski pada awalnya Bob berusaha mempertahankan idelaismenya
tersebut, pun pada akhirnya dia mengalah.
Tidak hanya Bob, dan Helen, namun
Violiet dan Dash (dua anak tertua mereka) juga berperan penting dalam
menjadikan film ini menempati tempat teratas kategori tontonan keluarga tahun
2018. Di adegan saat orang tua mereka berdebat hebat, misalanya, Dash beberapa
kali menyela perdebatan mereka dengan pertanyaan dan pernyataan yang mendasar
dan polos khas anak-anak, yang kerap kali justru membuat kedua orang tuanya
luluh dan pada akhirnya menjadikan salah pihak mau mengalah.
Terlebih lagi Violet, dia memiliki
peranan yang lebih penting. Brad Bird memutuskan untuk memasukkan satu elemen
penuh konflik yang dikhususkan kepada Violet. Apalagi kalau bukan masalah cinta
monyetnya dengan laki-laki yang dia sukai di sekolah. Usaha-usaha yang
diperlihatkan Bob dalam membantu Violet menyelesaikan masalah putrinya di film
ini merupakan langkah cerdas Brad Bird dalam usahanya menghadirkan suasana
kekeluargaan yang lebih kental di film ini.
Jika dibanding dengan film yang
pertama, unsur drama keluarga dalam film yang kedua ini jelas lebih kuat.
Selain disebabkan konflik-konflik di atas, hadirnya si bayi Jack-jack juga
menjadi sebab yang lain. Lagi-lagi di sini berkat peran kuat Bob di film ini.
Disebabkan istrinya harus bekerja di luar rumah, maka Bob lah yang
bertanggungjawab merawat si Jack-jack. Adegan-adegan yang dipenuhi dengan jerih
payah seorang ayah dalam merawat bayinya (dan juga kakak-kakanya) memiliki daya
tarik emosional yang kuat terhadap penonton, terutama bagi mereka yang mulai
beranjak remaja, dan terlebih lagi kepada mereka yang sudah menjadi seorang
ayah.
Hal menarik yang lain dalam film ini
adalah, Brad Bird tidak serta-merta menghilangkan secara penuh peran Helen
sebagai seorang ibu dalam hal merawat anak-anaknya, terutama Jack-jack. Meski
selalu berada di luar rumah. Dalam salah satu adegan, saat dia selesai bertugas
dengan kostum Elastigirlnya, sambil beristirahat di sebuah hotel, dia
menghubungi Bob dan bertanya keadaan anak-anak mereka. Dan layaknya para ibu di
dunia ini, ada satu hal yang sangat dia idamkan di tengah kesibukannya: Ingin
menjadi orang pertama yang melihat kemunculan kekuatan super si Jack-Jack. Ya,
Helen tetap konsisten dengan karakternya yang kuat: seorang ibu yang selalu
mengkhawatirkan anak-anaknya.
Di adegan yang lain, tepatnya di
bagian akhir film saat satu keluarga superhero ini berkumpul (terasuk si bayi
Jack-jack di dalamnya) hendak bertarung melawan villain, Bob yang
saat itu membawa si bayi Jack-jack dalam pertarungan memberitahukan Helen,
bahwa bayi mereka sudah mampu mengeluarkan kekuatan super. Perasaan Helen
campur aduk saat mendengar berita itu, antara marah, menyesal, tapi sekaligus
bahagia. Dia tentu bahagia dengan kabar tersebut, namun sekaligus marah, karena
Bob tidak memberitahukan berita tersebut dengan segera. Serta tentu saja
menyesal, sebab dia sudah kehilangan salah satu momen terpenting di dalam
hidupnya: Tidak menjadi orang pertama yang melihat fase penting perkembangan
anaknya.
Sama dengan film yang pertama,
karakter villain di film yang kedua ini muncul akibat
kekecewaannya terhadap superhero. Di film ini, sang villain kecewa lantaran
superhero yang sudah menjadi pelindung keluarganya dari waktu ke waktu justru
absen ketika kedua orangtuanya dirampok dan akhirnya dibunuh oleh penjahat.
Sebuah alarm khusus yang biasa mereka gunakan untuk memanggil superhero, entah
mengapa tidak berhasil menghadirkan mereka. Dari sana dia berkesimpulan, bahwa
kehadiran superhero di dunia ini justru membuat orang-orang ketergantungan. Dan
membuat mereka lemah. Oleh karena itu, superhero harus dimusnahkan.
Dengan menggunakan kecerdasannya
dalam bidang teknologi, dia menghukum orang-orang yang terlalu bergantung
kepada superhero dengan kekuatan menghipnotis melalui layar monitor. Dia
menyembunyikan identitas aslinya dengan topeng Screen Slaver. Meski
kekuatan menghipnotis sudah terlalu biasa di dalam dunia superhero, namun
metode yang dia gunakan (yakni melalui layar monitor) menjadi sesuatu yang
menurut saya baru. Selain itu, motivasinya dalam menjadi seorang villain cukup
menarik, dan bisa menjadi bahan refleksi orang-orang yang sudah terlalu
bergantung kepada orang/sesuatu yang lain, gadget misalnya.
Namun saat film sudah memasuki twist,
yakni saat secara perlahan Helen di dalam kostum Elastisgirlnya berusaha
mengungkap siapa orang di balik topeng screen slaver, tidak ada kejutan yang
berarti di sana. Jalan cerita setelahnya sudah sangat mudah diprediksi, siapa
yang menjadi apa, dan bagaimana cerita akan diakhiri. Dengan kata lain, tidak
ada perkembangan kualitas twist yang berarti di film yang
kedua ini jika dibandingkan dengan film yang pertama. Dengan kata lain, dalam
hal ini, saya rasa Brad Bird belum mampu memaksimalkan waktu tunggunya yang
selama 14 tahun itu.
Ketimbang fokus kepada konflik antara
superhero melawan penjahat, saya justru lebih terpuaskan dengan
drama keluarga yang tersaji apik di film ini. Saya rasa, saya tidak terlalu
mempermasalahkan andaikan film ini lebih dikhususkan lagi menjadi film drama
keluarga superhero. Namun, toh tetap saja, bahwa Incredibles 2 adalah film
superhero anak-anak. Dan di mana ada superhero, maka selalu ada karakter villain yang
harus dikalahkan.
Tontonan Animasi Terbaik Keluarga 2018
Meski pertarungan perspektif yang
Brad Bird sajikan bukan merupakan hal yang benar-benar baru di dalam dunia
superhero (Will Smith dalam Film Hancock pernah melakukannya), namun dia
berhasil menyajikannya di waktu dan kondisi yang lebih tepat. Maksudnya,
Incredibles 2 dirilis di saat kondisi publik dunia secara umum sangat mudah
dipengaruhi oleh perspektif-perspektif lain di luar mereka, terutama
perspektif-perspektif yang banyak tampil di depan layar monitor (media). Oleh
karena itu, saya rasa Brad Bird mampu menggunakan Incredibles 2 sebagai
senjata ampuh di waktu dan kondisi yang tepat.
Tidak banyak ditemukannya unsur
kebaruan dalam twist di film ini memang patut disayangkan,
namun itu hanya sedikit menurunkan kualitas penilaian film Incredibles 2.
Film ini tetap layak dinobatkan sebagai salah satu film animasi bergenre drama,
aksi, dan keluarga terbaik di tahun 2018. Kualitas animasi yang disajikan oleh
Pixar sangat detail, sampai-sampai helaian rambut masing-masing karakter sampai
detail-detail pertarungan yang tersaji mampu teranimasikan dengan
rapi. Ditambah adegan-adegan aksi para karakternya yang selalu membuat tatapan
mata siapapun yang menontonnya tidak akan terlaihkan dari layar bioskop.
Namun yang lebih mengena daripada itu,
unsur drama yang tersaji di dalamnya bisa menjadi bahan refleksi penting, baik
bagi orang dewasa maupun anak-anak. Melalui film ini, para orang dewasa
barangkali tergugah untuk lebih bekerja keras menggunakan akal dan perasaan
dalam menghadapi masalah apapun, terutama masalah keluarga. Dan untuk
anak-anak, barangkali akan banyak pertanyaan kritis yang muncul dari mulut
mereka tentang peran seorang ayah dan ibu di dalam sebuah keluarga. Karena
(mungkin) ini pertama kalinya bagi mereka melihat seorang ayah yang justru
lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, bukan sang ibu.