Saturday 3 March 2018

Menakar Tingkat Kemampuan Bercerita Eichiro Oda Lewat One Piece

eiichiro oda one piece
Eichiro Oda/alabn.com

Beberapa waktu yang lalu, saya baru saja mendapat beberapa seri terbaru film anime One Piece dari seorang kawan. Sudah sejak awal masuk perkuliahan saya mulai cukup rutin menjadikan film anime sebagai hiburan. Dan bisa dikatakan, berpuluh-puluh judul anime dari berbagai genre sudah saya tonton.
Namun dari berpuluh-puluh itu, hanya One Piece yang benar-benar bisa melekat di benak (mungkin di hati juga) sampai sekarang. Bukan sekedar disebabkan anime tersebut masih berjalan sampai sekarang. Alasannya lebih daripada itu.
Sebagai catatan, periode awal masuk kuliah saya adalah di tahun 2012. Dan di tahun tersebut sudah ada beberapa film serial anime yang masih berjalan (on going) sejak dirilis pertama kali di penghujung tahun 90-an dan pertengahan tahun 2000-an selain One Piece.
Beberapa yang paling populer adalah Bleach dan Naruto. Saya memilih Bleach dan Naruto sebagai pembanding One Piece, karena menurut saya keduanya merupakan pesaing teratas One Piece jika dilihat dari segi panjang dan (yang terpenting) kualitas alur cerita.
Saya mengakui, bahwa saya terpikat dengan kualitas alur cerita ketiga anime tersebut, semuanya begitu menarik untuk diikuti. Namun patut disayangkan, ketertarikan saya tersebut hanya tersisa untuk One Piece (dan itu bertahan sampai sekarang).
Sedangkan untuk Bleach dan Naruto, semakin keduanya hendak mencapai akhir cerita, semakin menurun kualitas alur cerita yang disajikan keduanya. Alhasil, pada saat itu juga, saya memutuskan untuk menghentikan menikmati Bleach dan Naruto, meski keduanya masih menyisakan sekitar seratusan episode lebih.
Untuk Bleach, alur cerita menarik mereka berakhir saat Ichigo dan kawan-kawan sudah berhasil membebaskan Orihime Inoue dan mengalahkan semua anggota Espada, termasuk sang pemimpin besar mereka, Aizen. 
Alur cerita setelah itu sudah kurang menarik diikuti. Saya rasa penyebab utamanya adalah mindset saya tentang Bleach yang sudah terlanjur terkotakan, bahwa Bleach selalu identik dengan kelompoknya Ichigo melawan Espada.
Hal tersebut saya rasa sebenarnya cukup wajar terbentuk pada mindset para penikmat bleach secara umum, karena dari episode pertama hingga 300-an, alur cerita utama Bleach memang diarahkan pada pertarungan akhir kelompok Ichigo melawan Espada. Di saat karakter-karakter Espada yang terlanjur melekat dengan Bleach terganti oleh villain lain, Bleach sudah seperti kehilangan salah satu unsur terpentingnya. Pada saat itu juga, mood menonton Bleach saya pudar, lalu memutuskan untuk berhenti menikmatinya.
Sedangkan untuk Naruto. Sejujurnya saya merasa kalau alur cerita Naruto baru bisa benar-benar dinikmati saat sudah memasuki serial Naruto Shippuden. Alasan yang pertama adalah banyak misteri sejarah dunia ninja yang mulai terkuak. Yang paling epik menurut saya, adalah terkuaknya latar belakang pembantaian orang-orang dari Klan Uchiha oleh Uchiha Hitachi.
Alasan yang kedua (dan ini yang paling menentukan cerita akhir Naruto Shippuden), kemunculan organisasi Akatsuki, yang menempati posisi penting sebagai villain utama di serial ini. Dengan kemunculannya di banyak episode, sudah menjadikan Akatsuki sebagai identitas penting Naruto Shippuden (layaknya Espada pada Bleach). Dengan kemunculannya pula, cerita akhir serial Naruto Shippuden sudah mulai bisa diprediksi dengan jelas, yakni cerita berakhir saat semua anggota Akatsuki sudah kalah.
Nah, Beberapa hal yang membuat cerita Naruto kurang menarik lagi untuk diikuti, adalah kemunculan villain lain yang tidak memiliki keterkaitan kuat dengan alur cerita yang sudah tersaji beratus-ratus episode sebelumnya, tetapi justru dijadikan sebagai villain utama di akhir cerita.
Taruhlah kemunculan kembali Uchiha Madara. Saat dibangkitkan kembali dari kematian, Madara memang bisa dikatakan menjadi saksi sejarah awal perkembangan dunia ninja, namun tetap saja porsi kemunculan Madara tidak setajam dan semendalam organisasi Akatsuki.
Satu lagi alasan yang membuat saya cukup kecewa dengan alur cerita Naruto Shippuden, adalah kemunculan Kaguya Otsutsuki, yang malah sukses menyingkirkan Madara, yang sebelumnya menempati posisi penting sebagai villain utama. Sejujurnya, saya sendiri mendapat informasi kemunculan Kaguya hanya dari hasil membaca artikel di sebuah situs. Mungkin dikarenakan saya sudah berhenti menikmati Naruto Shippuden jauh sebelum kemunculan Kaguya.
Dalam hal ini, saya masih cukup memaklumi kemunculan Madara, karena setidaknya dia sudah pernah dimunculkan di beberapa episode Naruto dan Naruto Shippuden, meski pada porsi yang relatif kecil. Namun tidak dengan kemunculan Kaguya, yang sama sekali tidak pernah dimunculkan di alur cerita sebelum-sebelumnya. Saya menilai, bahwa kemunculannya hanya sekedar untuk memperpanjang cerita Naruto Shippuden yang sejatinya sudah tamat sejak Uchiha Madara dikalahkan.
Nah, kalau dicermati lebih mendalam, kedua anime tersebut (dan banyak anime lain yang beralur cerita panjang) memiliki pola penceritaan yang sama: memunculkan villain utama, lalu cerita akan tamat jika villain tersebut sudah dikalahkan. Menariknya, pola penceritaan tersebut tidak saya temukan pada One Piece.
Oleh karena itu, saya berani meyakini, bahwa Eichiro Oda (Oda-san) lewat One Piece-nya, patut dinobatkan sebagai mangaka terbaik dalam hal menemukan serta mengembangkan ide cerita. Untuk penjelasan yang lebih detail terkait hal tersebut, mari kita petakan terlebih dulu 3 kekuatan besar yang berkonflik di dalam dunia One Piece: Bajak laut, pemerintah dunia (angkatan laut), dan pasukan revolusiner.
Sebagai penikmat One Piece, saya merasa, bahwa saya tidak bisa menilai secara egois bahwa pemerintah dunia adalah villain murni di dalam One Piece, meski sudah banyak fakta yang menunjukkan banyaknya kebobrokan yang terjadi di kursi pemerintahan dunia, terutama yang dilakukan oleh para Tenryubito.
Sebagai permisalan, jika pemerintah dunia kita sejajarkan pada posisi yang sama dengan Akatsuki di Naruto Shippuden atau Espada di Bleach (sebagai villain utama yang harus dikalahkan), maka kondisi dunia di dalam One Piece akan kacau sekacau-kacaunya saat Pemerintah Dunia dikalahkan, karena nantinya di akhir cerita tidak ada lagi kelompok yang mampu mengontrol secara luas kebringasan para bajak laut.
Begitu juga jika saya menempatkan pasukan revolusioner sebagai villain, meski mereka adalah oposisi pemerintah dunia, namun tidak sedikit pula konflik yang meledak antara mereka dengan beberapa kelompok bajak laut (seperti konflik mereka dengan Bajak Laut Kurohige, misalnya). Dan rasanya, saya juga tidak bisa menempatkan bajak laut sebagai villain murni, mengingat karakter utama dalam One Piece yang seorang bajak laut.
Lalu pertanyaan yang muncul, siapa yang lebih pantas dikalahkan untuk bisa mengakhiri cerita alur cerita One Piece?
Nah, pada poin ini lah mengapa saya berani mengatakan sebelumnya, bahwa Oda-san patut dinobatkan sebagai mangaka terjenius dalam menemukan dan mengembangkan ide cerita. Dia tidak menempatkan kelompok tertentu untuk dikalahkan (villain) untuk mengakhiri cerita One Piece, melainkan menempatkan “sebuah tujuan yang harus dicapai” untuk mengakhiri cerita.
Iya, Oda-san baru akan mengakhiri cerita One Piece saat ada salah satu karakter di dalamnya bisa mencapai tujuan tersebut, yang tidak lain dan tidak bukan adalah harta karun One Piece. Dengan kata lain, Oda-san memilih konsep sebuah petualangan (an advanture) pada karyanya tersebut. Hal tersebutlah yang menurut saya jarang atau bahkan tidak dimiliki oleh anime-anime lain.
Sebagai catatan tambahan, sebenarnya ada juga mangaka yang memiliki pandangan ide serupa dengan Oda-san, yakni Akira Toriyama lewat Dragon Ball-nya. Narasi utama dari Dragon Ball adalah petualangan kelompok Son Goku dalam menemukan 7 bola naga.
Namun sayangnya, narasi utama tersebut tidak dijadikan klimaks dari cerita Dragon Ball itu sendiri, melihat Toriyama-san masih terus melanjutkan cerita Dragon Ball meski Son Goku dan kelompoknya sudah berhasil menemukan 7 bola naga yang dimaksud. Fokus cerita dari Dragon Ball justru tidak kepada 7 bola naga sesuai yang dinarasikan, tetapi lebih kepada misi menyelematkan bumi dari musuh-musuh yang menyerangnya.
Kembali kepada Oda-san dengan One Piece-nya. Berkat konsep petualangan yang diusungnya, maka dunia One Piece terasa begitu luas, bahkan nyaris tanpa batas. Tempat-tempat dan karakter-karakter yang dimunculkan Oda-san begitu beragam.
Ditambah, Oda-san selalu memperkuat identitas tempat dan para karakter di dalamnya yang ditemui di tiap petualangan karakter utama One Piece (Bajak Laut Topi Jerami) dengan deskripsi dan cerita-cerita masa lalu yang detail, sehingga membuat para penikmat One Piece, khususnya saya, benar-benar paham dengan apa yang sedang dinikmati. Tidak lupa juga, dia juga memberi banyak kejutan dengan banyak menampilkan pertalian ikatan masa lalu (sejarah) antara karakter yang satu dengan yang lain.
Untuk versi anime, One Piece sudah berhasil menembus angka fantastis, yakni 800 episode. Di angka yang sudah terbilang fantastis untuk ukuran episode film anime, alur cerita One Piece masih sangat layak untuk dinikmati.
Saya memprediksi, bahwa angka tersebut akan terus bertambah, bahkan bisa mencapai angka 1000 lebih, karena melihat masih banyak karakter dan tempat di dunia One Piece yang belum dimunculkan Oda-san secara penuh. Serta tidak ketinggalan juga masih banyak misteri yang belum terpecahkan, seperti misteri “The Will of D”, misalnya, yang kerap kali justru menjadi ajang perdebatan para penggemar One Piece.
Melihat beberapa hal yang sudah diurai di atas, sekali lagi, Oda-san lewat One Piece-nya sangat layak dinobatkan sebagai mangaka terbaik dalam segi menemukan dan mengembangkan ide cerita. Dalam menilai hal tersebut, mau tidak mau saya harus membandingkannya dengan Anime yang lain, dan pilihan saya jatuh kepada Bleach dan Naruto (Naruto Shippuden). Mengingat keduanya juga memiliki alur cerita yang cukup panjang, jika dibanding anime-anime yang lain.
Sebagai penyuka film, termasuk anime di dalamnya, kedudukan ide dan alur cerita sebuah film menjadi priotas utama saya dalam memilih dan memilah bahan tontonan. Dan Oda-san melalu One Piece-nya sudah dengan secara total menyediakan bahan tontonan yang saya inginkan. “Arigatou, Oda-san!” Atau saya harus memanggilnya, “Oda-sama!”

0 comments:

Post a Comment

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html