Kebakaran hutan di California/edition.cnn.com
Periode Desember tahun lalu di Amerika Serikat, tepatnya di Negara Bagian California, dilanda bencana kebakaran hutan hebat. Berbagai media on-line berlomba memberitakan kejadian tersebut. Tidak sedikit pula di antara mereka yang menilai, bahwa kebakaran hutan yang mulai merambat sejak 4 Desember itu adalah kebakaran terdahsyat sepanjang sejarah California, bahkan Amerika Serikat. Kebakaran tersebut sudah memaksa ratusan ribu warga mengungsi ke tempat yang lebih aman, serta ribuan personel pemadam kebakaran untuk turun tangan.
Jika dikaitkan dengan sebuah kejadian
lain yang sedang panas pada saat itu, maka kebakaran hebat tersebut terjadi
tidak lama setelah Donald Trump menyatakan pernyataan yang sukses memicu banyak
protes dari masyarakat global: Mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Akibatnya, banyak pihak yang mengaitkan kebakaran hutan di California adalah
perpanjangan tangan (red: azab) dari Allah atas sikap dan pernyataan Donal
Trump tersebut.
Komentar-komentar seperti, “Amin,
amin, amin Ya Rabbal Alamin, semoga besok giliran rambut Donald yang kebakaran
habis.”, “Azabnya dikredit. Setelah Trump kelu lidah, negaranya akan
dibumihanguskan.”, “Semoga negerimu luluh lantak, Wahai Donal Bebek.”, “Itu
adalah azab dari Allah.”, dan komentar-komentar yang bernadakan mensyukuri
bencana tersebut yang lain sangat mudah ditemukan di kolom komentar berita
kebakaran tersebut. Hanya secuil komentar yang menunjukkan rasa bela sungkawa
terhadap kejadian tersebut.
Miris. Itulah yang seketika saya
rasakan saat membaca komentar-komentar yang kebanyakan justru didominasi oleh
orang-orang yang menginginkan agar bencana tersebut semakin meluas, dan bahkan
dalam level yang paling ekstrim: menginginkan agar Amerika Serikat (sebagai
sebuah negara) hancur sehancur-hancurnya.
Saya sedikit memahami luapan amarah
yang dirasakan mereka terhadap pernyataan Donal Trump tersebut. Namun, apakah
sikap menginginkan, mendoakan sebuah negara hancur
sehancur-hancurnya akibat ulah seorang individu saja (dalam kasus ini Donald
Trump) adalah sikap yang dewasa, sikap yang waras? Saya rasa tidak.
Melihat banyaknya diksi khas Islam di
banyak kolom komentar di mana berita kebakaran California dimuat, membuat saya
lebih miris. Miris, karena dari sana saya bisa menilai (meski tidak sepenuhnya
benar) bahwa orang-orang yang mensyukuri terbakarnya hutan di California serta
menginginkan agar Amerika Serikat sebagai sebuah negara hancur adalah mereka
yang beragama Islam.
Mereka agaknya belum tahu atau tidak
mau tahu, bahwa di Amerika Serikat sana juga banyak bermukim orang Islam,
saudara-saudara seiman mereka. Mereka sudah mendeklarasikan, bahwa Amerika
Serikat adalah tanah air mereka. Sebagai informasi tambahan, Islam adalah agama
dengan pemeluk terbanyak ketiga di Amerika Serikat, setelah Kristen dan Yahudi. Dan tiap waktunya jumlah pemeluk Islam terus bertambah secara signifikan. Dan
Islam sudah memiliki sejarah panjang di tanah Amerika Serikat, sejak meletusnya
konflik saudara di negara-negara Timur-Tengah.
Dengan jumlah yang terus meningkat,
tidak menutup kemungkinan, bahwa di antara sekian ratus ribu pengungsi akibat
bencana kebakaran tersebut, banyak yang beragama Islam. Serta
tidak menutup kemungkinan pula di antara mereka banyak yang terdiri dari
anak-anak dan wanita. Jika sudah begini, maka menginginkan kehancuran Amerika
Serikat sebagai sebuah negara sama dengan menginginkan kehancuran Islam itu
sendiri yang sejatinya sudah menjadi bagian dari sejarah panjang Amerika
Serikat sebagai sebuah negara.
Kaum muslim di Amerika Serikat,
terutama di California, barangkali akan sangat kecewa jika mereka mengetahui
banyak komentar yang justru menjatuhkan semangat mereka di tengah bencana yang sedang mereka alami. Dan mereka akan lebih kecewa jika mereka mengetahui bahwa yang berkomentar justru adalah saudara-saudara seiman mereka.
Jika memang tidak sepakat, atau
bahkan membenci pernyataan-pernyataan atau kebijakan-kebijakan politik Donald
Trump, maka timpakanlah kekesalahan kalian cukup kepadanya dan paling banter
kepada orang-orang pemerintahan Amerika, jangan kepada Amerika Serikat
secara keseluruhan. Terlebih sampai mengutuki dan mendoakan tanah Amerika
Serikat agar hancur-sehancurnya.
Perbanyak membaca artikel dan buku
terkait konflik Palestina-Israel, mengikuti kajian-kajian ilmiah terkait hal
tersebut, mengikuti aksi-aksi penolakan terhadap kebiajakan-kebijakan politik
Amerika Serikat, adalah beberapa cara paling konkrit agar dapat memahami akar
permasalahan dari peran Amerika Serikat dalam konflik Palestina-Israel.
Atau jika kesemua hal tersebut
dinilai terlalu membuang banyak waktu, setidaknya, perbanyaklah berdoa, tidak
hanya untuk rakyat Palestina, tetapi juga kepada rakyat Amerika Serikat
(terutama para Muslim), agar tanah airnya tersebut tidak lagi menjadi bahan
caci-maki rakyat dunia secara terus-menerus akibat sikap kepala negara mereka
dan kelompok-kelompok pendukungnya.
Salam...
0 comments:
Post a Comment